MAKALAH
JUAL
BELI, SALAM, KHIYAR dan RIBA
DITUJUKAN
UNTUK MEMENUHI SALAH SATU MATA KULIAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Disusun
Oleh :
Kelompok
5 : AMI AIDA N
TRI SEPTI C
TRI SEPTI C
3 C
(NONREG) MIPA-FARMASI
FAKULTAS
MATEMATIKA dan ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS
AL GHIFARI
BANDUNG
2016
Kata Pengantar
Puji dan syukur kami panjatkan
kehadirat Allah
Subhanahu wata΄ala atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Jual Beli, Salam, Khiyar dan Riba” ini dengan lancar. Penulisan makalah ini bertujuan untuk
memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh dosen matakuliah Pendidikan
Agama Islam.
Makalah ini disusun dari hasil
penyusunan materi-materi yang kami peroleh dari media massa yang berhubungan dengan Jual Beli, Salam, Khiyar dan Riba.
Kami berterimasih kepada rekan-rekan yang telah
ikut dalam penyusunan makalah ini, sehingga makalah ini dapat diselesaikan
tepat pada waktunya.
Kami berharap, dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita
semua, dalam hal ini dapat menambah wawasan kita mengenai Jual Beli,
Salam, Khiyar dan Riba. Makalah ini
masih jauh dari sempurna, maka kami mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan makalah ini.
Bandung,
Oktober 2016
|
Penyusun
|
Daftar isi
Kata Pengantar
Puji dan syukur kami panjatkan
kehadirat Allah
Subhanahu wata΄ala atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Jual Beli, Salam, Khiyar dan Riba” ini dengan lancar. Penulisan makalah ini bertujuan untuk
memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh dosen matakuliah Pendidikan
Agama Islam.
Makalah ini disusun dari hasil
penyusunan materi-materi yang kami peroleh dari media massa yang berhubungan dengan Jual Beli, Salam, Khiyar dan Riba.
Kami berterimasih kepada rekan-rekan yang telah
ikut dalam penyusunan makalah ini, sehingga makalah ini dapat diselesaikan
tepat pada waktunya.
Kami berharap, dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita
semua, dalam hal ini dapat menambah wawasan kita mengenai Jual Beli,
Salam, Khiyar dan Riba. Makalah ini
masih jauh dari sempurna, maka kami mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan makalah ini.
Bandung,
Oktober 2016
|
Penyusun
|
Daftar isi
Kata pengantar
Daftar isi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
belakang masalah
B. Rumusan
masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
1. Jual
beli
1.1 Pengertian
1.2 Hukum
1.3 Rukun
2. Jual
beli salam
1.1 Pengertian
1.2 Hukum
1.3 Syarat
3. Khiyar
1.1 Pengertian
1.2 Hukum
1.3 macam-macam
4. Riba
1.1 Pengertian
1.2 Hukum
1.3 macam-macam
BAB
III PENUTUP
KESIMPULAN
SARAN
DAFTAR
PUSTAKA
BIOGRAFI
TOKOH
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Manusia
adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain,
masing-masing berhajat kepada yang lain, saling tolong-menolong,
tukar menukar keperluan dalam urusan kepentingan hidup baik dengan cara jual
beli, sewa menyewa, pinjam meminjam atau suatu usaha yang lain, baik bersifat
pribadi maupun untuk kemaslahatan umat. Dengan demikian akan terjadi suatu
kehidupan yang teratur dan menjadi ajang silaturrahmi yang erat.
B.
Rumusan Masalah
Dalam
makalah ini, kami merumuskan beberapa masalah, yaitu :
1) Apa
saja pengertian, hukum dan rukun jual beli ?
2) Apa
saja pengertian, hukum dan syarat jual beli salam ?
3) Apa
saja pengertian, hukum dan macam-macam khiyar ?
4) Apa
saja pengertian, hukum dan macam-macam riba ?
C.
Tujuan
Dalam
makalah ini, kami merumuskan beberapa masalah, yaitu :
1) Mengetahui
pengertian, hukum dan rukun jual beli
2) Mengetahui
pengertian, hukum dan syarat jual beli salam
3) Mengetahui
pengertian, hukum dan macam-macam khiyar
4) Mengetahui
pengertian, hukum dan macam-macam riba
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Jual Beli
1.1 Pengertian
Jual beli menurut bahasa artinya
pertukaran atau saling menukar. Sedangkan menurut pengertian fikih, jual beli
adalah menukar suatu barang dengan barang yang lain dengan rukun dan
syarat tertentu. Setelah jual beli dilakukan secara sah, barang yang dijual
menjadi milik pembeli sedangkan uang yang dibayarkan pembeli sebagai pengganti
harga barang, menjadi milik penjual.
Menurut terminologi, para ulama berbeda
pendapat dalam mendefinisikannya:
1) Menurut
ulama Hanafiyah:
Jual beli yaitu ”pertukaran harta/benda
dengan harta berdasarkan cara khusus (yang dibolehkan).”
2) Menurut
Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ :
Jual beli adalah ”pertukaran harta
dengan harta untuk kepemilikan.”
3) Menurut
Ibnu Qudamahdalam kitab Al-mugni ‘ :
Jual beli adalah ”pertukaran harta
dengan harta, untuk saling menjadikan milik.”
Jual
beli hendaknya dilakukan oleh pedagang yang mengerti ilmu fiqih. Hal ini untuk
menghindari terjadinya penipuan dari ke dua belah pihak. Pada masa sekarang,
cara melakukan jual beli di pasar swalayan ataupun mall, para pembeli dapat
memilih dan mengambil barang yang dibutuhkan tanpa berhadapan dengan penjual. Dari
pengertian diatas, status kepemilikan barang berpindah dari penjual kepada
pembeli, dan penjual berhak menerima kepemilikan uang dan pembeli pun berhak
menerima kepemilikan orang lain.
1.2 Hukum
Hukum jual beli ada 4 macam, yaitu:
1) Mubah
(boleh), merupakan hukum asal jual beli
2) Wajib,
apabila menjual merupakan keharusan, misalnya menjual barang untuk membayar
hutang
3) Sunah,
misalnya menjual barang kepada sahabat atau orang yang sangat memerlukan
barang yang dijual
4) Haram,
misalnya menjual barang yang dilarang untuk diperjualbelikan. Menjual barang
untuk maksiat, jual beli untuk menyakiti seseorang, jual beli untuk merusak
harga pasar, dan jual beli dengan tujuan merusak ketentraman masyarakat.
Jualbeli hukumnya boleh. Allah ta’ala
berfirman: Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan)
penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka
berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba. Padahal
Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Padahal Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai
kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba),
maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datangnya larangan). Dan
urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka
orang itu adalah penghuni-penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. (QS.
Al-Baqarah (2): 275).
Demikian pula berdasarkan sabda
Rasulullah SAW. “Apabila dua orang melakukan
jual beli, maka masing-masingnya berhakkhiyar (meneruskan atau
membatalkan jual beli) selama keduanya belum berpisah, sedangkan keduanya
berkumpul bersama.” (HR.Bukhari dan Muslim).
Berdasarkan ijma. Kaum muslimin sepakat
tentang kebolehan jual beli secara garis besar. Disamping itu, kebutuhan
manusia menghendaki untuk diadakan jual beli,
karena manusia butuh kepada apa yang ada pada oranglain, yang maslahatnya
terkait dengannya dan tidak ada jalan untuk memperolehnya dengan cara yang
benar kecuali dengan melakukan jual beli, maka hikmah menghendaki untuk
dibolehkannya perkara ini dan disyariatkannya untuk tercapai maksud yang
diinginkan.
1.3 Rukun
Jual beli dikatakan sah, apabila
memenuhi syarat-syarat yang ditentukan. Persyaratan itu untuk menghindari
timbulnya perselisihan antara penjual dan pembeli akibat adanya kecurangan
dalam jual beli. Bentuk kecurangan dalam jual beli misalnya dengan mengurangi
timbangan, mencampur barang yang berkualitas baik dengan barang yang
berkualitas lebih rendah kemudian dijual dengan harga barang yang
berkualitas baik. Rasulullah Muhammad SAW melarang jual beli yang mengandung
unsur tipuan. Dalam jual beli terdapat rukun dan syarat (Al-Fiqh Al_Muyassar,
6:11), sebagaimana berikut:
1) ‘Aqidah (penjual
dan pembeli), disyaratkan:
a) Pelaku
akad jaa’izut tasharruf (boleh
bertindak), yaitu baligh, berakal, merdeka dan cerdas. Oleh karena itu, tidak
sah jual beli dari anak kecil, orang dungu, orang gila dan budak tanpa izin
tuan atau walinya.
b) Saling
ridha antara penjual dan pembeli. Allah SWT berfirman: “Wahai orang-orang yang
beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil
kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku suka sama suka diantara kamu. (QS.
An-Nisaa (4) : 29). Dari Abu Sa’id al-Khudry
radhiyallah’ anhu, bahwa Nabi saw bersabda : “sesungguhnya jual beli itu
harus saling ridha.” (HR. Ibnu Majah, Ibnu Hibban, Baihaqi). Oleh karena itu,
tidak sah jual beli jika salah satunya memaksa yang lain dengan tanpa hak.
Tetapi jika paksaan dilakukan dengan hak, misalnya hakim memaksa seseorang
menjual barangnya untuk menutupi hutangnya, maka jual beli itu sah.
c) Bukan
orang yang mubazir (pemboros), karena harta orang yang mubazir itu berada
dibawah pengelolaan walinya. Allah ta’ala berfirman: “Dan janganlah kamu
serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada
dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan berilah mereka
belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka
kata-kata yang baik. (QS. An-Nisaa (4): 5).
2) Ma’qud Allahi, yaitu sesuatu atau
barang yang diakadkan, disyaratkan :
a) Sesuatu
yang diakadkan bisa diserahkan, karena sesuatu yang tidak bisa diserahkan
seperti tidak ada, sehingga tidak sah dijual-belikan dan masuk kedalam jual beli
gharar. Hal itu, karena pembeli bisa saja telah menyerahkan uangnya, namun
tidak mendapatkan barangnya. Berdasarkan syarat ini, maka tidak boleh jual-beli
ikan yang masih dikolam, burung yang masih di udara, janin hewan yang masih
dalam perut induknya, dan jualbeli hewan yang lari. Hal ini berdasarkan hadits
Abu Hurairah, ia berkata : Rasullah SAW melarang jualbeli gharar.
b) Sesuatu
yang diakadkan harus diketahui oleh keduanya (penjual dan pembeli) dengan
dilihat dan disaksikannya ketika akad atau di sifatkan dengan sifat yang di
bedakan dengan selainnya. Hal itu, karena ketidak jelasan merupakan gharar,
sedangkan gharar itu di larang. Oleh karena itu, tidak sah membeli sesuatu yang
belum di lihatnya.
c) Pembayarannya
di ketahui, yaitu dengan di tentukan harga barang dan di ketahui nilainya.
d) Penjual
memiliki barang tersebut atau menduduki posisi pemiliknya,seperti sebagai
wakinya, orang yang mendapat wasiatnya, walinya maupun nazhir (pengawasannya).
Dengan demikan, jual beli tidah sah jika seseorang menjual sesuatu yang tidak
di milikinya. Hal ini berdasarkan sabda Rasululah SAW kepada Hakim bin Hizam radiallahu ‘anhu. Jangan kamu menjual
sesuatu yang tidak ada padamu. (HR. Ahmad, Abu Dawud, Nasa’i, Tirmidzi dan Ibnu
Majah).
e) Barang
yang dijual termasuk barang yang halal dimanfaatkan, seperti makanan, minuman,
pakaian, kendaraan, tanah dsb. Oleh karena itu, tidak sah menjual barang yang
haram dimanfaatkan seperti arak, babi, bangkai, dan alat musik. Hal ini
berdasarkan hadits Jabir ia berkata : Rasulullah SAW bersabda “Sesungguhnya Allah
dan Rasul-Nya mengharamkan jual beli arak, bangkai, babi, dan patung.” (HR.
Bukhari dan Muslim).
Demikian pula berdasarkan hadits Ibnu
Abbas ra, bahwa Nabi SAW bersabda : “Sesungguhnya Allah SWT ‘Azza wa Jalla
apabila mengharamkan memakan sesuatu, maka Dia mengharamkan pula hasil
pembayarnnya.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud). Dan diharamkan pula jual-beli anjing
berdasarkan hadits Abu Mas ‘ud radiallahu anhu, ia berkata : “Nabi SAW melarang
hasil penjualan anjing dan darah.” (HR. Bukhari)
3) Ijab
qobul atau serah terima. Ijab artinya lafaz yang muncul dari penjual seperti “
Saya jual … dan seterusnya.” Sedangkan qobul maksudnya lafaz yang muncul dari
pembeli seperti “ Saya beli … dan seterusnya”. Ini adalah sighat qauliyyah (yang berupa ucapan). Ada pula sighat fi’liyyah (yang berupa
perbuatan), yaitu serah-terima, misalnya seorang pembeli menyerahkan uang
kepada penjual, lalu penjual menyerahkan barangnya tanpa adanya ucapan.
2.
Jual Beli Salam
2.1 Pengertian
Salam atau disebut juga salaf yaitu jual
beli barang yang ditunda yang disifati dan masih dalam tanggungan dengan
bayaran yang di dahulukan. Para fuqaha’ menamainya dengan nama baiul’mahaawij, karena hal tersebut merupakan
jual beli barang yang ghaib (belum ada) yang perlu dilakukan oleh penjual dan
pembeli, dimana pemilik uang butuh membeli barang, sedangkan pemilik barang
butuh memiliki uang sebelum barang itu ada padanya untuk dipakai buat dirinya
dan untuk dibelanjakan buat tanamannya misalnya agar buahnya dapat matang
dengan baik, hal ini termasuk maslahat haajiah (kebutuhan). (Sabiq, 3:121)
Untuk selanjutnya pembeli disebut
musallim / rabbusalam, penjual disebut musallam ilaih, barang yang dijual
disebut musallam f:ih, sedangkan bayaran / uangnya disebut ra’su maalis salam.
2.2 Hukum
Jual beli sistem ini diperbolehkan dalam
syariat Islam. Ini berdasarkan dalil-dalil dari al-Qur`an dan sunnah serta ijma
dan juga sesuai dengan analogi akal yang benar (al-qiyasush shahih).
1) Dalam
al-Qur`an, Allah Azza wa Jalla berfirman :
Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk
waktu yang telah ditentukan, hendaklah kamu menulisnya. [al-Baqarah/2:282].
Sahabat yang
mulia Abdullah bin Abbas Radhiyallahu anhu menjadikan ayat ini sebagai landasan
membolehkan jual beli sistem pesan ini. Beliau Radhiyallahu anhu mengatakan,
“Saya bersaksi bahwa jual-beli as-salaf (as-salam) yang terjamin hingga tempo
tertentu telah dihalalkan dan diizinkan oleh Allah SWT dalam al-Qur’an. (Kemudian
beliau membaca firman Allah SWT artinya) : “Hai orang-orang yang beriman,
apabila kamu bermu’amalah tidak dengan secara tunai, untuk waktu yang
ditentukan, hendaklah kamu menulisnya.
Firman Allah
SWT diatas, yang artinya, “apabila kamu bermu’amalah tidak dengan secara
tunai,” bersifat umum, artinya meliputi semua yang tidak tunai, baik pembayaran
maupun penyerahan barang. Apabila yang tidak tunai adalah penyerahan barang maka
itu dinamakan bai’us salam.
2)
Dalam hadits Abdullah bin Abbas Radhiyallahu anhu
diriwayatkan :
Ketika Nabi SAW
tiba di kota Madinah, penduduk Madinah telah biasa memesan buah kurma dengan
waktu satu dan dua tahun. maka beliau bersabda, “Barangsiapa memesan kurma,
maka hendaknya ia memesan dalam takaran, timbangan dan tempo yang jelas
(diketahui oleh kedua belah pihak).”
3)
Para Ulama telah berijma’ (berkonsensus) tentang
kebolehan bai’us salam ini, seperti diungkapkan Ibnu al-Mundzir dalam al-Ijma’,
hlm. 93. Ibnu Qudamah menguatkan penukilan ijma’ ini. Beliau menyatakan, “Semua
ulama yag kami hafal sepakat menyatakan as-salam itu boleh.”
4)
Kebolehan akad jual beli salam (pemesanan) ini juga
sesuai dengan analogi akal dan kemaslahatan manusia. Syaikh Shalih bin Abdillah
al-Fauzan –hafizhahullahu- menjelaskan, “Analogi akal dan hikmah mengisyaratkan
jual beli ini boleh. Karena kebutuhan dan kemaslahatan manusia bisa sempurna
dengan jual beli salam. Orang yang membutuhkan uang akan terpenuhi kebutuhannya
dengan pembayaran tunai sementara pembeli beruntung karena bisa mendapatkan
barang dengan harga lebih murah dari umumnya. Jadi, manfaatnya kembali ke kedua
pihak.”
Oleh karena itu, syaikh Shalih bin Abdillah al-Fauzan
–hafizhahullahu- mengatakan, “Pembolehan mua’amalah ini (yaitu jual beli salam)
termasuk kemudahan dan kemurahan syariat Islam. Karena
mu’amalah ini berisi hal-hal yang bisa memberikan kemudahan dan mewujudkan
kebaikan bagi manusia, disamping juga bebas dari riba dan seluruh larangan Allah.
2.3 Syarat
Salam adalah salah satu bentuk jual beli. Syarat
tersebut ada yang berkaitan dengan ra’sul maal (pembayaran) dan ada yang
berkaitan dengan musallam fiih (barangnya).
1)
Syarat
dengan ra’sul maal (pembayaran)
a)
Diketahui jenis (bayaran)nya.
b)
Diketahui jumlahnya
c)
Diserahkan dalam majlis secara sempurna
2)
Syarat
dengan musallam fiih (barangnya).
a)
Masih dalam tanggungan
b)
Disifati dengan sifat yang menghasilkan
pengetahuan terhadap ukuran dan sifatnya yang membedakan dengan lainnya agar
gharar itu hilang dan hilang perselisihan
c)
Waktunya diketahui
3.
Khiyar
3.1 Pengertian
Khiyar maksudnya
bahwa penjual dan pembeli berhak meneruskan atau membatalkan akad jual beli.
Hukum asal jual beli adalah lazimnya (mesti
dilanjutkan) ketika terjadi dengan terpenuhi rukun dan syaratnya dan tidak ada
hak bagi orang yang melakukan akad menarik kembali.
Hanya saja agama islam adalah agama yang
lapang dan memberikan kemudahan, ia memperhatikan maslahat dan kondisi
seseorang. Diantaranya adalah apabila seseorang muslim membeli barang atau
menjualnya karena suatu sebab, lalu ia menyesal setelahnya, maka syariat
membolehkan kepadanya melakukan khiyar sampai ia berpikir matang terhadap
urusannya dan memperhatikan maslahatnya, yakni apakah ia melanjutkan jual beli
atau menarik lagi sesuai yang cocok baginya.
3.2 Hukum
Khiyar dalam jual-beli menurut
hukum Islam ialah diperbolehkannya memilih apakah jual-beli itu diteruskan
ataukah dibatalkan, karena terjadinya sesuatu hal.
3.3 Macam-Macam
Terdapat beberapa pendapat ulama
mengenai macam-macam khiyar itu sendiri sesuai dengan perspektif masing-masing
dalam mengklasifikasikan macam-macam khiyar, di antara pendapat tersebut sebagi
berikut :
1) Ulama
Malikiyah membagi khiyar kepada :
a) Khiyar
al-taammul(melihat,meneliti) :Khiyar mutlak
b) Khiyar
naqish (kurang) :apabila terjadi kekuranggan atau aib pada barang yang di jual
2) Ulama
syafi’iyah membagi khiyar kepada :
a) Khiyar
at-tasyahi : khiyar yang menyebabkan pembeli memperlama transaksi sesuai
seleranya terhapad barang, baik dalam majlis maupun syarat.
b) Khiyar
naqisah : khiyar yang disebabkan adanya perbedaan dalam lafadz atau adanya
kesalahan dalam perbuatan atau adanya pengantian.
Adapun khiyar lain di antaranya sebagai
berikut :
Pertama, khiyar majelis, yaitu khiyar di tempat
yang disana terjadi jual beli, dimana masing-masing penjual dan pembeli berhak
khiyar selama dimajelis akad dan belum berpisah. Hal ini berdasarkan hadits
Ibnu Umar ra, bahwa Nabi SAW bersabda : penjual dan pembeli berhak khiyar
selama belum berpisah (HR. Bukhari).
Kedua, khiyar syarat, yaitu kedua orang penjual
dan pembeli atau salah satunya mensyaratkan khiyar sampai waktu tertentu untuk
melanjutkan akad jual beli atau membatalkannya. Ketika habis waktu yang
ditetapkan dari awal akad dan ternyata tidak ada pembatalan, maka jual beli itu
lazimnya (mesti berlanjut). Contoh:
Seorang membeli mobil dari orang lain, lalu pembeli berkata, “saya berhak
khiyar selama sebulan penuh.” Jika pembeli membatalkan pembeliannya disela-sela
bulan itu, maka iya berhak melakukannya. Jika ternyata tidak, maka ia mesti
membeli mobil dengan berakhirnya bulan itu.
Ketiga, khiyar ‘aib, yaitu khiyar yang berhak
bagi pembeli ketika menemukan cacat pada barang yang di belinya yang tidak
diberitahukan penjual atau pembeli tidak mengetahuinya, dan nilai barang
menjadi berkurang karena cacat tersebut, dimana untuk mengetahuinya perlu
dikonsultasikan kepada pedagang yang ahli, jika mereka menganggap sebagai
cacat, maka berlakulah khiyar. Jika mereka anggap bukan sebagai cacat, maka
tidak berlaku. Khiyar ini berhak dimiliki pembeli. Jika ia mau, ia bisa
melanjutkan jual beli dan mengambil ganti terhadap cacatnya, yaitu dengan
membandingkan antara harga barang jika kondisinya baik dengan harga barang
ketika cacat. Jika ia mau, maka ia boleh mengembalikan barang itu dan meminta
dikembalikan uang yang pernah diberikan penjual.
Keempat, khiyar tadli, yaitu seorang penjual
penipu pembeli dengan melebihkan harga barang. Terhadap hal ini Rasullullah SAW
, bersabda : barang siapa yang menipu kami maka ia bukan termasuk golongan
kami. (HR. Ibnu Majah). Contonya yaitu seorang memiliki mobil yang didalamnya
banyak cacat, lalu ingin menampakkan luarnya bagus, ia percantik bagian luarnya
sehingga pembeli tertipu dan merasakan bahwa mobil itu tidak bercacat, akhirnya
si pembeli membelinya. Dalam keadaan ini, pembeli memiliki hak mengembalikan
barang kepada penjual dan mengambil uang yang diberikanya kepada penjual.
4.
Riba
4.1 Pengertian
Riba menurut bahasa artinya tambahan atau kelebihan.
Sedangkan menurut istilah yang disebut riba adalah tambahan atau kelebihan atas
modal (yang diperoleh seseorang pada saat menerima pembayaran hutang atau pada
saat tukar-menukar barang yang sejenis). (Sabiq, 1977, 3:130).
4.2 Hukum
Riba hukumnya haram, berdasarkan firman Allah SWT :
Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap
orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa. (QS. Al-Baqarah (2)
: 276). Juga firman Allah ta’ala : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
memakan Riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya
kamu mendapat keberuntungan. (QS. Al-‘Imran (3) : 130). Selain kedua ayat
tersebut diatas, larangan bertransaksi Riba juga secara jelas terdapat pada
surat Al-Baqarah dari ayat 275 – 279.
4.3 Macam-Macam
Secara umum riba di bagi menjadi 4:
1) Riba
Qardl yaitu tambahan yang diperoleh dengan cara memberikan pinjaman dengan
syarat ada keuntungan bagi yang
meminjamkan.
2) Riba
Fadhl yaitu tambahan yang diperoleh dalam peristiwa tukar-menukar barang yang
sejenis.
3) Riba
Yad yaitu berpisahnya antara penjual dan pembeli dari tempat akad sebelum serah
terima.
4) Riba
Nasiah yaitu penukaran yang disyaratkan terlambat salah satu dari dua barang.
Maksudnya tambahan yang diperoleh karena keterlambatan membayar hutang.karana
itu Riba nasiah disebut juga riba bertempo, lebih lama tempo orang yang berhutang,
maka lebih besar tambahan yang harus dibayar.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Sesuatu hal yang sering kita lupakan
menjadi hal yang dapat merusak nilai amalan yang kita lakukan jual beli, jadi
hal upaya tentang penulisan ini dilakukan untuk memberikan informasi tentang
pengertian, dasar hukum jual beli, rukun dan syarat jual beli, hal yang
terlarang dalam jual beli, khiyar, riba, dan jual beli salam.
B.
SARAN
Penulisan makalah ini menunjukkan hal
yang berkaitan dengan mengenai hukum-hukum, yang terkait tentang hubungan jual
beli , jual beli salam, khiyar, riba sehingga dapat memberi informasi yang
lebih baik lagi tentang hal-hal yang berkaitan dengan hubungan jual beli.
DAFTAR PUSTAKA
Dr. H. Tamyiez deryy,
Drs, M.Ag, 2015, Muamalah buku panduan pendidikan agama islam, LSIPK UNISBA,
Bandung
Bilvapedia, 2013, Pengertian Jual Beli dan Ruang lingkupnya
Menurut Islam, http://www.bilvapedia.com/2013/04/pengertian-jual-beli-dan-ruang.html,
(Diakses pada 28/10/16 19:23)
Ustadz Kholid Syamhudi
Lc, 2011, Beli Salam Dan Syaratnya, https://almanhaj.or.id/3029-jual-beli-salam-dan-syaratnya.html,
(Diakses pada 28/10/16 19:23)
Hakama abbas, 2014, KHIYAR
DALAM JUAL-BELI, http://hakamabbas.blogspot.co.id/2014/02/khiyar-dalam-jual-beli.html
, (Diakses pada 28/10/16 19:23)
Trendilmu, 2015,
Pengertian, Macam dan Manfaat Khiyar, http://www.trendilmu.com/2015/11/Pengertian.khiyar.html,
(Diakses pada 28/10/16 19:23)
Zhalabe, 2011, Riba
dalam Islam,
http://zhalabe.blogspot.co.id/2011/10/riba-dalam-islam.html#.WCVK0dJ97IU,
(Diakses pada 28/10/16 19:23)
Wordpress, 2008, Biografi
Imam Gazali, https://s4h4.wordpress.com/2008/11/30/biografi-imam-ghazali/,
(Diakses pada 28/10/16 19:23)
BIOGRAFI TOKOH
1.
Masa
Hidup Imam Al- Ghazali
1.1
Tempat Kelahiran Imam Al- Ghazali
Imam
Al-Ghazali nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad Ibnu Muhammad Al-Ghazali,
yang terkenal dengan hujjatul Islam (argumentator islam) karena jasanya yang
besar di dalam menjaga islam dari pengaruh ajaran bid’ah dan aliran
rasionalisme yunani. Beliau lahir pada tahun 450 H, bertepatan dengan 1059 M di
Ghazalah suatu kota kecil yang terlelak di Thus wilayah Khurasah
yang waktu itu merupakan salah satu pusat ilmu pengetahuan di dunia islam.
Beliau
dilahirkan dari keluarga yang sangat sederhana, ayahnya adalah seorang pengrajin
wol sekaligus sebagai pedagang hasil tenunannya, dan taat beragama, mempunyai
semangat keagamaan yang tinggi, seperti terlihat pada simpatiknya kepada ‘ulama
dan mengharapkan anaknya menjadi ‘ulama yang selalu memberi nasehat kepada
umat.
Itulah
sebabnya, ayahnya sebelum wafat menitipkan anaknya (imam al-Ghazali) dan
saudarnya (Ahmad), ketika itu masih kecil dititipkan pada teman ayahnya,
seorang ahli tasawuf untuk mendapatkan bimbingan dan didikan.
Meskipun
dibesarkan dalam keadaan keluarga yang sederhana tidak menjadikan beliau merasa
rendah atau malas, justru beliau semangat dalam mempelajari berbagai ilmu
pengetahuan, dikemudian beliau menjelma menjadi seorang ‘ulama besar dan
seorang sufi. Dan diperkirakan imam Ghazali hidup dalam kesederhanaan sebagai
seorang sufi sampai usia 15 tahun (450-456)
n 1.2
Pendidikan dan Perjalanan Mencari
Ilmu
Perjalanan imam
Ghazali dalam memulai pendidikannya di wilayah kelahirannya. Kepada ayahnya
beliau belajar Al-qur’an dan dasar-dasar ilmu keagamaan ynag lain, di lanjutkan
di Thus dengan mempelajari dasar-dasar pengetahuan. Setelah beliau belajar pada
teman ayahnya (seorang ahli tasawuf), ketika beliau tidak mampu lagi memenuhi
kebutuhan keduanya, beliau mengajarkan mereka masuk ke sekolah untuk memperoleh
selain ilmu pengetahuan. Beliau mempelajari pokok islam (al-qur’an dan sunnah
nabi).Diantara kitab-kitab hadist yang beliau pelajari, antara lain :
a. Shahih
Bukhori, beliau belajar dari Abu Sahl Muhammad bin Abdullah Al Hafshi
b. Sunan
Abi Daud, beliau belajar dari Al Hakim Abu Al Fath Al Hakimi
c. Maulid
An Nabi, beliau belajar pada dari Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad Al Khawani
d. Shahih
Al Bukhari dan Shahih Al Muslim, beliau belajar dari Abu Al Fatyan ‘Umar Al
Ru’asai
Begitu
pula diantarnya bidang-bidang ilmu yang di kuasai imam al-Ghazli (ushul al din)
ushul fiqh, mantiq, flsafat, dan tasawuf. Santunan kehidupan sebagaimana
lazimnya waktu beliau untuk belajar fiqh pada imam Kharamain, beliau dalam
belajar bersungguh-sungguh sampai mahir dalam madzhab, khilaf (perbedaan
pendapat), perdebatan, mantik, membaca hikmah, dan falsafah, imam Kharamain
menyikapinya sebagai lautan yang luas.
Antara
tahun 465-470 H. imam Al-Ghazali belajar fiqih dan ilmu-ilmu dasar yang lain
dari Ahmad Al- Radzaski di Thus, dan dari Abu Nasral Ismailli di Jurjan.
Setelah imam al-Ghazali kembali ke Thus, dan selama 3 tahun di tempat
kelahirannya, beliau mengaji ulang pelajaran di Jurjan sambil belajar tasawuf
kekpada Yusuf Al Nassaj (w-487 H). pada tahun itu imam Al-Ghazali berkenalan
dengan al-Juwaini dan memperoleh ilmu kalam dan mantiq. Menurut Abdul Ghofur
itu Ismail Al- Farisi, imam al-Ghozali menjadi pembahas paling pintar di
zamanya. Imam Haramain merasa bangga dengan pretasi muridnya.
1.3
Guru dan Panutan Imam Al Ghazali
Imam
al Ghazali dalam perjalanan menuntut ilmunya mempunyai banyak guru, diantaranya
guru-guru imam Al Ghazali sebagai berikut :
1. Abu Sahl
Muhammad Ibn Abdullah Al Hafsi, beliau mengajar imam Al Ghozali dengan kitab shohih
bukhori.
2. Abul Fath Al
Hakimi At Thusi, beliau mengajar imam Al Ghozali dengan kitab sunan abi daud.
3. Abdullah
Muhammad Bin Ahmad Al Khawari, beliau mengajar imam Ghazali dengan kitab maulid
an nabi.
4. Abu Al Fatyan
‘Umar Al Ru’asi, beliau mengajar imam Al Ghazali dengan kitab shohih
Bukhori dan shohih Muslim.
1.4
Karya-Karya Imam Al Ghazali
Imam
Al Ghozali termasuk penulis yang tidak terbandingkan lagi, kalau karya imam Al
Ghazali diperkirakan mencapai 300 kitab, diantaranya adalah :
1. Maqhasid al
falasifah (tujuan para filusuf), sebagai karangan yang pertama dan berisi
masalah-masalah filsafah.
2. Tahaful al
falasifah (kekacauan pikiran para filusifi) buku ini dikarang sewaktu berada di
Baghdad di kala jiwanya di landa keragu-raguan. Dalam buku ini Al Ghazali
mengancam filsafat dan para filusuf dengan keras.
3. Miyar al
‘ilmi/miyar almi (kriteria ilmu-ilmu).
4. Ihya’ ulumuddin
(menghidupkan kembali ilmu-ilmu agama). Kitab ini merupakan karyanya yang
terbesar selama beberapa tahun ,dalam keadaan berpindah-pindah antara Damakus,
Yerusalem, Hijaz, Dan Thus yang berisi panduan fiqih, tasawuf dan filsafat.
5. Al munqiz min
al dhalal (penyelamat dari kesesatan) kitab ini merupakan sejarah perkembangan
alam pikiran Al Ghazali sendiri dan merefleksikan sikapnya terhadap beberapa
macam ilmu serta jalan mencapai tuhan.
6. Al-ma’arif
al-aqliyah (pengetahuan yang nasional)
7. Miskyat al
anwar (lampu yang bersinar), kitab ini berisi pembahasan tentang akhlak dan
tasawuf.
8. Minhaj al
abidin (jalan mengabdikan diri terhadap tuhan).
9. Al iqtishad fi
al i’tiqod (moderisasi dalam aqidah).
10. Ayyuha al
walad.
11. Al musytasyfa
12. Ilham al
–awwam an ‘ilmal kalam.
13. Mizan al amal.
14. Akhlak al
abros wa annajah min al asyhar (akhlak orang-orang baik dan kesalamatan dari
kejahatan).
15. Assrar ilmu
addin (rahasia ilmu agama).
16. Al washit
(yang pertengahan) .
17. Al wajiz (yang
ringkas).
18. Az-zariyah
ilaa’ makarim asy syahi’ah (jalan menuju syariat yang mulia)
19. Al hibr al
masbuq fi nashihoh al mutuk (barang logam mulia uraian tentang nasehat kepada
para raja).
20. Al mankhul
minta’liqoh al ushul (pilihan yang tersaing dari noda-noda ushul fiqih).
21. Syifa al qolil
fibayan alsyaban wa al mukhil wa masalik at ta’wil (obat orang dengki
penjelasan tentang hal-hal samar serta cara-cara penglihatan).
22. Tarbiyatul
aulad fi islam (pendidikan anak di dalam islam)
23. Tahzib al
ushul (elaborasi terhadap ilmu ushul fiqiha).
24. Al ikhtishos
fi al ‘itishod (kesederhanaan dalam beri’tiqod).
25. Yaaqut at ta’wil (permata
ta’wil dalam menafsirkan al qur’an).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar